Jumat, 18 Mei 2012

Wanita Berselendang Merah

Wanita itu mengenakan rok panjang berwarna coklat tua yang terlihat sangat usang. Bajunya berlengan panjang berwarna hitam terlihat tak kalah usang, entah mengapa dia tidak beralas kaki.  Kulitnya yang putih membuatnya semakin terlihat cantik dengan selendang merah yang membelit bahunya. Angin laut senja membelai rambutnya yang panjang tergerai. Langit senja merah menemani penantiannya
Dia menatap lurus kearah dek kapal, akankah dia kembali hari ini, kata-kata itulah yang selalu bergaung di hati dan pikirannya
Hatinya meratap, menangis, memilukan
Air matanya tertahan di pelupuk matanya, dia mulai sibuk mecari-cari dengan gelisah orang yang diharapkannya,
Kapal-kapal besar mulai berlabuh, para kelasi kapal berteriak-teriak menurunkan barang-barang muatan, “hei, cepat kau turunkan kotak yang ada di belakang itu, cepatlah, iya iya yang itu, heh! Hati-hati kau ini, salah-salah nyawamu buat ganti isi kotak itu, kalian ga becus”
Wanita itu berlari diantara para kelasi, bertanya kepada setiap orang dengan wajah penuh antusias, “Herman mana? Herman ada ga? heh kalian tahu ga Herman? Dia ikut kalian kan? Hermaaaann, hermaaaann, hermaaannn, dia mulai berteriak di antara para kelasi yang melihat dengan tatapan iba ke arahnya,
Wanita itu mulai terlihat putus asa, air mata yang tertahan sudah tak terbendung, dia berteriak sejadi-jadi.
“HERMAaaaannn, Herman mana? Kalian semua tuli, aku Tanya Herman mana? Bang Hermaaaannn, jangan seperti ini, baaannnggg cepat keluar,,,,,
“Dia tidak ada asih, Herman sudah pergi,” seorang lelaki tua menghampirinya, seorang yang terlihat jauh lebih tenang, masih dengan tatapan iba lelaki itu mulai menghampirinya dan mencoba memeluknya, ”Herman sudah tidak ada anakku, relakan dia pergi”
“bapak, bapak bohong, kemarin bang herman ngirimin asih surat, dia bilang sore ini akan pulang, bapak jangan bohong, mana herman pak, kenapa bapak tidak bersama bang herman, bapak jangan bohong sama asih.” Wanita itu terus meratap menangis, dia bertanya ke kelasi yang lain,
Semuanya masih berpandangan bingung apa yang harus dijawab, wanita itu masih terus menangis dan meratap nama herman, walaupun ini yang kesekian kalinya terjadi tetapi mereka masih merasa iba dengan Asih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar